Kamis, 29 Maret 2018

Produktivitas Mangrove


Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya.
Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut, serta sebagai sumber pakan habitat biota laut.
Sumber energi primer bagi ekosistem laut adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan  hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.
Di lingkungan perairan Indonesia produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik (penambatan energi yang dilakukan oleh produsen).
Manggrove adalah komponen autotrof sebagai awal rantai makanan pada ekosistem mangrove. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen.

  • Peranan Produktivitas Dari Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang”
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan  pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya.
Ekosistem mangrove mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosistem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan.
  • Organisme Yang Saling Berkaitan Dengan Produktivitas Mangrove.
            Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan.  Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:
a. Mamalia
      Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. proboscis (Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daun-daunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans juga propagul Rhizophora. Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp.) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp. dan Vivverricula sp.), luwak (Herpestes sp.). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp.) umum terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumba-lumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum  ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.
b. Reptil dan Ampibia
Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. Limnocharis. Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) umum dijumpai di hutan mangrove.
c. Burung
Tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987. Di Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.
d. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
  • Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.).
  • Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
  • Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
  • Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
e. Crustacea dan Molusca
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove.  Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur.  Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan.  



Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor, diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.

  • Pengaruh Yang Terjadi Jika Ekosistem Mangrove Rusak

1. Perubahan iklim
Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer, dimana hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas tersebut. Selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah paru-paru bumi. Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem.
2. Kehilangan berbagai jenis spesies
Berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies yang tinggal di dalam hutan. Menurut National Geographic, sekitar 70% tanaman dan hewan hidup di hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak bisa bertahan hidup disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.Hal ini bisa berdampak di berbagai bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan musnahnya berbagai spesies yang dapat menjadi object suatu penelitian.
Selain itu, dibidang kesehatan deforestasi bisa berakibat hilangnya berbagai jenis obat yang bisanya bersumber dari berbagai jenis spesies hutan.
3. Terganggunya siklus air
Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan dilepaskan ke atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada di bumi, maka itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit. Selain itu, pohon mangrove juga berperan dalam mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan menhentikan pencemaran. Dengan semakin berkurangnya jumlah pohon-pohon yang ada di hutan akibat kegiatan deforestasi, maka hutan tidak bisa lagi menjalankan fungsinya dalam menjaga tata letak air.
4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah
Word Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1960, lebih dari sepertiga bagian lahan subur di bumi telah musnah akibat kegiatan deforestasi. Kita tahu bahwa pohon memegang peranan penting untuk menghalau berbagai bencana seperti terjadinya banjir dan tanah longsor. Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor.

5. Mengakibatkan kekeringan
Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada musim kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan.
6. Rusaknya ekosistem darat dan laut
Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu  sumber daya alam hayati yang ada di bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun kekayaan alam lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan yang terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana. Hal tersebut  tentu saja bisa merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan serta terumbu karang.
7. Menyebabkan Abrasi pantai
Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab di kawasan hutan yang ada di darat saja. Kegiatan tersebut juga bisa dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang berfungsi untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai  yang berada di pesisir pantai.  Jika hal tersebut terus dibiarkan, akan berakibat terjadinya abrasi pantai .

8. Kerugian ekonomi
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian masyarakat menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak, maka sumber penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan bisa menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk bercocok tanam. Selain itu, kerusakan hutan bisa memicu terjadinya berbagai macam bencana yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian material maupun non material. Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat tinggal, maupun anggota keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah longsor.
9. Mempengaruhi kualitas hidup
Terjadinya erosi tanah sebagai akibat kerusakan hutan dapat mengangkut partikel-partikel tanah yang mengandung zat-zat berbahaya seperti pupuk organik memasuki danau, sungai, maupun sumber air lainnya. Ini akan berakibat penurunan kualitas air yang berada di daerah tersebut. Dengan kualitas air yang buruk akan berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula.
Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya, khususnya bagi manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu berupaya menjaga hutan kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah dengan melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan-hutan yang gundul.
Dengan Meskipun reboisasi tidak akan benar-benar bisa memperbaiki kerusakan dan kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan tersebut dapat memfasilitasi hal-hal berikut ini :
  1. Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon, sebagai sumber cadangan air tanah, serta sebagai tempat hidup bagi berbagai jenis satwa.
  2. Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara menjadi lebih bersih dan sehat.
  3. Membangun kembali habitat satwa liar 
  •  Simpulan
            Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik.

DAFTAR PUSTAKA
Febriyandi, Rahmad. 2013. Peranan Ekosistem Mangrove. Peranmangrove.
Blogspot. co. id. Diakses tanggal 28-10-2017.
Hakim, Andi Rausin. 2010. Fauna Mangrove  dan  Interaksi  Di  Ekosistem
Mangrove. Wordpress. com. Diakses tanggal 31-10-2017.
Yulia. 2015. 9 Dampak Akibat Kerusakan Hutan Bagi Lingkungan  Hidup.
Ilmugeografi. com. Diakses tanggal 31-10-2017.