Hutan mangrove merupakan
salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang
surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan
potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai
ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan
apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya.
Secara ekologis hutan
mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan
bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya
juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga
perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi,
abrasi, pencegahan intrusi air laut, serta sebagai sumber pakan habitat biota
laut.
Sumber energi primer bagi ekosistem laut adalah cahaya
matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme
tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk
mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul
tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi
sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang
memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.
Di lingkungan perairan Indonesia produksi bagi ekosistem
merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan
energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi
energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan
adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi
makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
Produktivitas primer merupakan laju pembentukan
senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik
(penambatan energi yang dilakukan oleh produsen).
Manggrove adalah komponen autotrof sebagai awal rantai
makanan pada ekosistem mangrove. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis
makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan
energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai
produsen.
- Peranan Produktivitas Dari Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan
sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk
produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove
banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu
produsen utama perikanan laut.
Mangrove memproduksi nutrien yang
dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon,
nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien
organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove
dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove
menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan
khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang”
Secara biologi fungsi dari pada
hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota
yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari
makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu
menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana
dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada
ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah
pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan
predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan
membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya.
Ekosistem mangrove mampu
menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan
perairan laut. Selain itupun ekosistem mangrove berperan dalam siklus karbon,
nitrogen dan sulfur. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan
mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi
lingkungan.
- Organisme Yang Saling Berkaitan Dengan Produktivitas Mangrove.
Fauna yang
terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem
terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di
pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar
mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Mamalia
Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove
tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan
mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang
ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus)
terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka
putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. proboscis (Nasalis
larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan
daun-daunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans juga propagul Rhizophora.
Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh
pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera
tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis
axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp.)
di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang
karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima),
musang (Vivvera sp. dan Vivverricula sp.), luwak (Herpestes
sp.). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp.) umum terdapat di
hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumba-lumba
Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus
delphis) juga umum ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu
seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus
latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini
pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.
b.
Reptil dan Ampibia
Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan
mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga
dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai
spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus,
Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang
dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R.
Limnocharis. Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang
reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies
buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) umum
dijumpai di hutan mangrove.
c.
Burung
Tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove
yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia
Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan
Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987. Di Burung yang
paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung
pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang
(Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus).
Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa
muncul atau kelihatan di hutan mangrove.
d.
Ikan
Ikan
di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi empat
kelompok, yaitu:
- Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.).
- Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
- Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
- Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
e.
Crustacea dan Molusca
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam
invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva
(Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan
invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan
mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan
mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari
perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di
daerah hutan mangrove.
Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar
sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan
setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan
tempat memelihara anak- anak ikan.
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan
yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem
mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus.
Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian
mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan
menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu,
bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk
pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi
dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi
organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci
dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang
penting.Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan
melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda
dan kepiting. Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus
secara mikrobial dan jamur dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud
feses) oleh bermacam-macam detritivor, diawali dengan invertebrata meiofauna
dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan
kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah.
Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar,
burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
- Pengaruh Yang Terjadi Jika Ekosistem Mangrove Rusak
1.
Perubahan iklim
Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer, dimana
hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas tersebut. Selain itu,
hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya
pemanasan global. Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa
hutan adalah paru-paru bumi. Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka
hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan
iklim yang ekstrem.
2.
Kehilangan berbagai jenis spesies
Berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies yang
tinggal di dalam hutan. Menurut National Geographic, sekitar 70% tanaman dan
hewan hidup di hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak bisa bertahan
hidup disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.Hal ini bisa berdampak di berbagai
bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan musnahnya berbagai spesies
yang dapat menjadi object suatu penelitian.
Selain
itu, dibidang kesehatan deforestasi bisa berakibat hilangnya berbagai jenis
obat yang bisanya bersumber dari berbagai jenis spesies hutan.
3.
Terganggunya siklus air
Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam
siklus air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya
akan dilepaskan ke atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon
yang ada di bumi, maka itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan
dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit. Selain itu, pohon
mangrove juga berperan dalam mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan
menhentikan pencemaran. Dengan semakin berkurangnya jumlah pohon-pohon yang ada
di hutan akibat kegiatan deforestasi, maka hutan tidak bisa lagi menjalankan
fungsinya dalam menjaga tata letak air.
4.
Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah
Word Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun
1960, lebih dari sepertiga bagian lahan subur di bumi telah musnah akibat
kegiatan deforestasi. Kita tahu bahwa pohon memegang peranan penting untuk
menghalau berbagai bencana seperti terjadinya banjir dan tanah longsor. Dengan
tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap dengan
baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di
permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air
hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor.
5.
Mengakibatkan kekeringan
Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan
berimbas pada musim kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air
yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan
karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak
ada lagi sehingga Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang
berkepanjangan.
6.
Rusaknya ekosistem darat dan laut
Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu sumber daya
alam hayati yang ada di bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat
mengakibatkan kerusakan bahkan kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu
sendiri maupun kekayaan alam lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut.
Kerusakan hutan yang terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi
yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan
mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana. Hal tersebut tentu
saja bisa merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan serta terumbu karang.
7.
Menyebabkan Abrasi pantai
Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya dilakukan oleh
pihak-pihak tak bertanggung jawab di kawasan hutan yang ada di darat saja.
Kegiatan tersebut juga bisa dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang
berfungsi untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai yang
berada di pesisir pantai. Jika hal tersebut terus dibiarkan, akan
berakibat terjadinya abrasi pantai .
8.
Kerugian ekonomi
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian
masyarakat menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak, maka
sumber penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan bisa
menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk
bercocok tanam. Selain itu, kerusakan hutan bisa memicu terjadinya berbagai
macam bencana yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian
material maupun non material. Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat
tinggal, maupun anggota keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah
longsor.
9.
Mempengaruhi kualitas hidup
Terjadinya erosi tanah sebagai akibat kerusakan hutan dapat
mengangkut partikel-partikel tanah yang mengandung zat-zat berbahaya seperti
pupuk organik memasuki danau, sungai, maupun sumber air lainnya. Ini akan
berakibat penurunan kualitas air yang berada di daerah tersebut. Dengan
kualitas air yang buruk akan berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula.
Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan
kontribusi yang tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya,
khususnya bagi manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu
berupaya menjaga hutan kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan
antara lain adalah dengan melakukan reboisasi atau penanaman kembali
hutan-hutan yang gundul.
Dengan Meskipun reboisasi tidak akan benar-benar bisa
memperbaiki kerusakan dan kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan
tersebut dapat memfasilitasi hal-hal berikut ini :
- Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon, sebagai sumber cadangan air tanah, serta sebagai tempat hidup bagi berbagai jenis satwa.
- Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara menjadi lebih bersih dan sehat.
- Membangun kembali habitat satwa liar
- Simpulan
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan
banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi
serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis
dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan
laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta
perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik.
DAFTAR PUSTAKA
Febriyandi,
Rahmad. 2013. Peranan Ekosistem Mangrove. Peranmangrove.
Blogspot. co.
id. Diakses tanggal 28-10-2017.
Hakim,
Andi Rausin. 2010. Fauna Mangrove
dan Interaksi Di
Ekosistem
Mangrove.
Wordpress. com. Diakses tanggal 31-10-2017.
Yulia.
2015. 9 Dampak Akibat Kerusakan Hutan Bagi Lingkungan Hidup.
Ilmugeografi.
com. Diakses tanggal 31-10-2017.